Tapai dan Kenangan Masa Kecil
Sebagai orang kampung yang lahir dan besar di sana tentu tidak akan pernah asing dengan jenis penganan yang satu ini, yaitu Tapai. Tapai merupakan jenis penganan yang mudah dan susah ditemukan di beberapa tempat. Namun, jika di Jakarta kita dapat menemukan penganan ini di tepi jalan yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Eh, tapi tidak semua tepi jalan atau tempat ada penjual penganan ini, jadi agak susah juga menemukannya.
Saya sebagai orang yang lahir dan besar di kampung tidak pernah mengalami hal di atas untuk mendapatkan penganan tersebut. Di kampung, penganan semacam itu biasa dibuat sendiri oleh keluargaku atau keluarga lainnya. Jenis Tapai itu beda-beda, Tapai yang biasa dibuat di kampungku adalah Tapai yang terbuat dari bahan dasar Singkong. Cara bikinnya mudah, tinggal baca aja di buku resep makanan. Hehe…
Tapai bagiku memiliki banyak cerita dan kenangan pada masa kecil dulu. Biasanya, setiap Ummi atau Alm. Nenek membuat Tapai dan sudah siap dimakan, saya dan adik-adik berebutan memakan dan menyantapnya dengan lahap. Tak hanya itu, Alm. Bapak juga ikut menikmati keriuhan tersebut dengan berebutan bersama kami. Kebiasaan orang kampung ketika memiliki sesuatu yang bisa dimakan maka akan dibagikan ke beberapa tetangga termasuk Tapai yang dibuat oleh Ummiku.
Tukar-menukar dengan Tapai
Tapai adalah jenis penganan yang tak mengenal musim. Penganan tersebut akan selalu ada dan akan selalu dibuat selama persediaan Singkong masih ada, tapi jenis Singkong yang bagus dan baik. Jika tidak dibuat oleh keluargaku, maka akan ada tetangga yang membuat dan mengantarnya ke rumah dengan bungkus khasnya, yaitu daun pisang. Aroma Tapai yang dibungkus daun pisang sangat berbeda dan sangat terasa.
Setiap musim hujan tepatnya pada saat jagung sudah panen, biasa setiap beberapa hari ada tetangga jauh (tetangg dari desa lain) yang menjajakan Tapai buatannya. Tapi Tapai tersebut tidak dijajakan atau diberikan secara cuma-cuma melainkan harus ada yang diganti atau menggantinya.
Sepiring Tapai biasanya ditukar dengan serantang jagung yang sudah kering dan masih terbungkus oleh kulitnya. Hal seperti ini selalu ditunggu olehku dan adik-adikku setiap pulang sekolah termasuk juga Alm. Bapakku yang rajin menukar jagung dengan Tapai tersebut.
Tradisi menukar Tapai dengan Jagung berlangsung lama di kampungku. Setiap musim panen jagung akan selalu ada yang menjajakan Tapai buatannya untuk ditukar dengan serantang jagung. Namun, saat ini tradisi tersebut perlahan hilang bersaaman dengan bergantinya zaman. Masa kecilku dulu, setiap musim panen jagung selalu menunggu penjaja Tapai setiap pulang sekolah.
Sekarang penjaja penganan tersebut tinggal cerita dan kenangan yang selalu jadi cerita setiap pulang kampung. Setiap pulang kampung dan Ummi membuat Tapai maka cerita dan kenangan itu kembali diceritakan bersamaan dengan Tapai yang siap disantap dan dinikmati.