Pintu Masalah yang Tak Bersalah
Masalah adalah sesuatu yang senantiasa menjadi pendamping setiap langkah dan jarak hidup kita. Ada ragam masalah yang menjadi bagian dari sebuah cerita dan alur kita. Dan setiap masalah ada pintu yang menjadi jalan masuk dan keluar masalah tersebut. Apakah pintu itu salah sehingga selalu membiarkan masalah keluar masuk dalam alur hidup kita? Tentu saja tidak. Lalu, siapa yang salah, siapa yang bermasalah?
Pada sebuah ruang yang remang, seorang ibu yang setia pada hidupnya sedang berusaha menagih keteguhan hatinya untuk tetap setia menggenggam ucapannya agar anak kesayangannya tetap menjadi anak yang teguh menjalani alur hidupnya tanpa seorang ayah. Ibu Darmi (Syalwa) menjalani hidupnya sebagai seorang penjahit. Ia tidak hanya menjahit jenis pakaian, tetapi ia juga menjahit kesetiaan dan cinta pada anak perempuannya yang sangat dicintai. Adalah Lina/Nurlina (Fika), anak satu-satunya yang sejak kecil tidak pernah tahu siapa dan di mana ayahnya. Ia hanya mendengar cerita ibunya bahwa ayahnya telah meninggal.
Keteguhan Ibu Darmi mendapatkan guncangan gelombang pada saat ia bimbang memikirkan suaminya yang sebenarnya masih ada. Ia hanya berusaha agar anaknya tidak tahu bahwa ayahnya adalah seorang lelaki yang tidak pantas menjadi seorang ayah baginya. Hingga pada suatu hari, ia didatangi seorang perempuan bernama Kartika (Oci/Wulan) yang mengaku sebagai istri dari suaminya. Betapa, jahitan yang selama ini ia jaga perlahan goyah. Hatinya bagai debur ombak yang mulai rapuh. Ia teringat pada suaminya yang tidak pernah berubah. Itulah sebabnya ia mengatakan pada anaknya, Lina bahwa ayahnya sudah tidak ada.
Itulah masalah yang dihadapi Ibu Darmi dalam menjahit kesetiaan pada anaknya. Ia memilih menjahit ingatan tentang seorang lelaki yang tidak pantas disebut ayah bagi anaknya. Walau akhirnya anaknya mampu melepas jahitan itu. Itulah masalah yang mulai masuk melalui pintu hati masing-masing. Satu persatu masalah masuk dan satu-persatu keluar. Ada beberapa masalah yang dihadapi oleh Ibu Darmi yang kemudian menjadi pintu baru dalam hidupnya. Ia tahu anaknya telah bertemu dengan seseorang yang telah lama dijahit dari ingatannya dan ingatan anaknya.
Gambaran di atas adalah sebuah pentas yang dilakoni oleh sekelompok seni yang biasa disebut dengan lebaran seni. Adalah Komunitas Ranggon Sastra yang sudah beberapa kali mempersembahkan pentas teater dan pentas seni lainnya.
Pada malam itu, (25/09/2016) Anggora (sebutan untuk anggota Komunitas Ranggon Sastra) dengan anggora barunya kembali mempersembahkan sebuah lakon “Pintu Masalah” adaptasi naskah “Disaster” karya Ahmad Shodiq disutradarai oleh Syalwa. Pentas tersebut diadakan di kampus Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta Selatan. Pinta Masalah adalah pentas keluarga yang bercerita tentang kesetiaan seorang ibu pada keteguhan hatinya demi anak yang sangat dicintai meski pada akhirnya kesetiaan tersebut harus goyah oleh hadirnya tokoh lain dalam pentas tersebut.
Ruang tamu yang sederhana menjadi pelengkap cerita yang tersirat akan kesederhanaan Ibu Darmi malam itu. Cahaya lampu yang sedikit remang juga menggambarkan suasana hati seorang ibu yang hatinya selalu nanar oleh kesetiaan pada keteguhannya. Itulah Pintu Masalah yang dipersembahkan oleh Anggora malam itu. Sebuah gambaran masalah yang begitu deskriptif disampaikan oleh suasana di panggung itu.
Teriakan seorang anak yang terkejut dan terkinjat setelah tahu bahwa, ayahnya belum meninggal seperti yang diceritakan ibunya, tetapi ia telah bersama mereguk malam bersama beberapa kali. Teriakan tersebut menjadi puncak dari Pintu Masalah yang pada akhirnya keluar melalui pintu yang sama. Dan panggung pun perlahan redup dan pentas selesai.
Komunitas Ranggon Sastra akan hadir kembali dan mempersembahkan sebuah pentas lagi pada Festival Teater Jakarta wilayah Jakarta Timur (FTJ-T). Sampai jumpa lagi Anggora!