Mengenyam Cinta di Antara Bayang-bayang yang Berkasidah
Sekumpulan kata yang menamakan diri larik lalu bait senantiasa mengalir menelusuri lekuk baris yang tiada henti. Ia mencari muara sunyi tempat para sufi bertandang dan memasrahkan dirinya pada sang kekasih. Satu persatu berguguran di beberapa puisi yang meringkuknya. Menjadikannya tawanan yang akan selalu dibaca, direnungi, dan diresapi. Itulah puisi.
Membaca “Kasidah Bayang-bayang”layaknya menelusuri sebuah lorong panjang yang penuh dengan ragam sunyi. Ada suara meringkik, angin merayap, bising meratap, wajah berderap, bahkan bayang-bayang berdansa mendendangkan kasidah sunyi. Mereka bergantian menelanjangi setiap lekuk warna yang terdapat di beberapa kesunyian lorong itu. Lalu satu di antaranya menamakan diri sebagai anyaman cinta.
Buku kumpulan puisi “Kasidah Bayang-bayang”karya Giyanto Subagio ini mengantarkan pembaca pada sebuah alegori pertemuan dan perjalanan juga pertemuan yang mengajaknya berdiam bahkan bermukim di dalamnya. Ada banyak tempat yang mengajak pembaca berdiam sejenak lalu menelusuri belukar di dalamnya yang penuh sunyi dan ramai. Beragam tempat pun dapat ditemukan di dalam buku ini. Tidak hanya satu tetapi ada beberapa tempat bagi pemabuk juga manusia baik lainnya.
Secara estafet penulis mengajak pembacanya menelusuri lorong sunyi penuh warna tersebut. Mulai dari sebuah luka hingga sebuah cinta yang di tengahnya terdapat diorama-diorama rasa dan perasaan yang jelas ada undakan yang harus ditempuhnya. Pembaca diajak menjadi sesosok yang digambarkan pada salah satu puisinya di buku ini guna untuk meresapi sebuah perjalanan yang penuh dengan liku dan sunyi.
Selain itu, bayang-bayang yang berkasidah memuja keindahan dan kemuliaan seorang nabi dan cahaya Tuhan juga disampaikan dan diperankan di salah satu bait dalam kumpulan puisi ini. Penulis tidak hanya memberi tahu bahwa malam hanya berpagut dengan gelap dan kegelapan, tetapi ia memberi tahu bahwa malam akan mengekalkan pagi lewat cahaya yang ditiupkan pada ruh matahari. Lalu burung-burung pun beterbangan mencari esensi hidup pada tiang listrik yang satu dengan lainnya.
“Kasidah Bayang-bayang”sungguh mengajak kita, pembaca untuk membaca kembali tentang makna yang tersirat juga tersurat pada tempat-tempat yang tak hanya mampu dijamah oleh kata. Namun, ia mampu dijamah oleh rasa dan pikiran meski terdapat belukar di dalamnya. Begitulah bayang-bayang yang berkasidah menuntun kita menuju sebuah perjalanan yang penuh sunyi. Lalu mengajaknya bermukim di dalamnya sembari menyimak cahaya Tuhan yang senantiasa mengalir di antara jantung kata dan puisi.
Jakarta, 120516
Judul : Kasidah Bayang-bayang
Penulis : Giyanto Subagio
Penerbit : Daurah Insani
Cetakan : I, Februari 2016
Tebal : xviii + 61
ISBN : 978-602-70003-0-8